BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
balakang
Pemenuhan kebutuhan eliminasi
terdiri dari kebutuhan eliminasi fecal
(berhubungan dengan defekasi) dan kebutuhan
eliminasi uri (berhubungan dengan berkemih). Dalam memenuhi kebutuhan
eliminasi, sangat di perlukan pengawasan terhadap masalah yang berhubungan
dengan gangguan kebutuhan eliminasi, seperti: obstipasi, inkontinensia, retensi
urine, dan lain-lain. Gangguan tersebut dapat mengganggu pola aktivitas
sehari-hari.
Untuk memenuhi kebutuhan
eliminasi, ada beberapa prosedur keperawatan yang dapat dilakukan, di antaranya
pemenuhan kebutuhan eliminasi fecal
dengan pispot pada pasien yang tidak mampu melakukannya secara mandiri,
melakukan huknah rendah, huknah tinggi, pemberian gliserin per-rektal, evakuasi
feces manual, memenuhi kebutuhan
eliminasi urine dengan urinal, pada pasien yang tidak mampu melakukan
secara mandiri dan pemasangan kateter kondom
1.2
Tujuan
Tujuan dari makalah
kebutuhan eliminasi sebagai berikut :
- Memahami
tentang kebutuhan eliminasi BAK
- Memahami
tentang kebutuhan eliminasi BAB
BAB
II
PEMENUHAN
KEBUTUHAN ELIMINASI BAK
2.1 Pengertian
BAK / MIKSI adalah suatu proses
pengosongan kandung kencing.
Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK adalah ;
Suatu keadaan dimana terganggunya proses mekanisme tubuh untuk memenuhi
kebutuhan eliminasi BAK atau pengosongan kandung kencing secara normal.
proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :
Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua
Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK adalah ;
Suatu keadaan dimana terganggunya proses mekanisme tubuh untuk memenuhi
kebutuhan eliminasi BAK atau pengosongan kandung kencing secara normal.
proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :
Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua
Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
2.2 Gangguan
pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK
- Obstruksi.
- Infeksi.
- Calculi.
- Pertumbuhan
jaringan yang abnormal.
- Masalah
sistemik.
1.
Pola berkemih
Pada orang-orang untuk berkemih sangat individual
Pada orang-orang untuk berkemih sangat individual
2.
Frekuensi
a.
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan
kesempatan
b.
Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine
setiap hari pada waktu bangun tidur
dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari.
c.
Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu
bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
3.
Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
Usia Jumlah / hari
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
Usia Jumlah / hari
a.
Hari pertama & kedua dari kehidupan 15 – 60 ml
b.
Hari ketiga – kesepuluh dari kehidupan 100 – 300 ml
c.
Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250 – 400 ml
d.
Dua bulan – 1 tahun kehidupan 400 – 500 ml
e.
1 – 3 tahun 500 – 600 ml
f.
6 3 – 5 tahun 600 – 700 ml
g.
7 5 – 8 tahun 700 – 1000 ml
h.
8 8 – 14 tahun 800 – 1400 ml
i.
9 14 tahun – dewasa 1500 ml
j.
10 Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam
periode 24 jam pada orang dewasa, maka perlu lapor.
2.4
Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih
1.
Diet dan intake
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine, seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output urine lebih banyak.
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine, seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output urine lebih banyak.
2.
Respon keinginan awal untuk berkemih
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal untuk berkemih dan hanya pada akhir keinginan berkemih menjadi lebih kuat. Akibatnya urine banyak tertahan di kandung kemih. Masyarakat ini mempunyai kapasitas kandung kemih yang lebih daripada normal
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal untuk berkemih dan hanya pada akhir keinginan berkemih menjadi lebih kuat. Akibatnya urine banyak tertahan di kandung kemih. Masyarakat ini mempunyai kapasitas kandung kemih yang lebih daripada normal
3.
Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
4.
Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitive untuk keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitive untuk keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
5.
Tingkat aktifitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi.
Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh.
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi.
Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh.
6.
Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering berkemih.
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering berkemih.
7.
Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter)
Obat diuretiik dapat meningkatkan output urine
Analgetik dapat terjadi retensi urine.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter)
Obat diuretiik dapat meningkatkan output urine
Analgetik dapat terjadi retensi urine.
8.
Urine
a.
Warna :
Ø
Normal urine berwarna kekuning-kuningan
Ø
Obat-obatan dapat mengubah warna urine seperti
orange gelap
Ø
Warna urine merah, kuning, coklat merupakan
indikasi adanya penyakit.
b.
Bau :
Ø
Normal urine berbau aromatik yang memusingkan
Ø
Bau yang merupakan indikasi adanya masalah
seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu.
c.
Berat jenis :
Ø
Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan
(zat) dibandingkan dengan suatu volume yang sama dari yang lain seperti air
yang disuling sebagai standar.
Ø
Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml
Ø
Normal berat jenis : 1010 – 1025
d.
Kejernihan :
Ø
Normal urine terang dan transparan
Ø
Urine dapat menjadi keruh karena ada mukus atau
pus.
e.
pH :
Ø
Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5)
Ø
Urine yang telah melewati temperatur ruangan
untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri
Ø
Vegetarian urinennya sedikit alkali.
f.
Protein :
Ø
Normal : molekul-molekul protein yang besar
seperti : albumin, fibrinogen, globulin, tidak tersaring melalui ginjal —-
urine
Ø
Pada keadaan kerusakan ginjal, molekul-molekul
tersebut dapat tersaring —- urine
Ø
Adanya protein didalam urine —- proteinuria,
adanya albumin dalam urine —- albuminuria.
g.
Darah :
Ø
Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat
tidak tampak jelas.
Ø
Adanya darah dalam urine — hematuria.
h.
Glukosa :
Ø
Normal : adanya sejumlah glukosa dalam urine
tidak berarti bila hanya bersifat sementara, misalnya pada seseorang yang makan
gula banyak —- menetap pada pasien DM
Ø
Adanya gula dalam urine —- glukosa
i.
Keton :
Ø
Hasil oksidasi lemak yang berlebihan.
BAB
III
PEMENUHAN
KEBUTUHAN ELIMINASI BAB
3.1 Pengertian
Secara
normal, makanan & cairan masuk kedalam mulut, dikunyah (jika padat)
didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan adanya refleks otomatis, dari
esofagus kedalam lambung. Pencernaan berawal dimulut dan berakhir diusus kecil
walaupun cairan akan melanjutkannya sampai direabsorpsi di kolon.
3.2 Faktor-faktor
yang mempengaruhi Eliminasi BAB
1.
Usia dan perkembangan : mempengaruhi
karakter feses, control
2.
Diet
3.
Pemasukan cairan. Normalnya : 2000 –
3000 ml/hari
4.
Aktifitas fisik : Merangsang
peristaltik usus, sehingga peristaltik usus meningkat.
5.
Faktor psikologik
6.
Kebiasaan
7.
Posisi
8.
Nyeri
9.
Kehamilan : menekan rectum
10.
Operasi & anestesi
11.
Obat-obatan
12.
Test diagnostik : Barium enema dapat
menyebabkan konstipasi
13.
Kondisi patologis
14.
Iritans
3.3 Masalah
eliminasi
Konstipasi
merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan
pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat
menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal
lebih lama, sehingga banyak air diserap.
3.4 Penyebabnya
Kebiasaan
BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan lain-lain
Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi, makanan lemak dan cairan kurang
Meningkatnya stress psikologik
Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks BAB hilang.
Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan konstipasi.
Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor.
Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi, makanan lemak dan cairan kurang
Meningkatnya stress psikologik
Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks BAB hilang.
Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan konstipasi.
Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor.
3.5 Alat dan
Bahan
- Alas /
perlak
- Pispot
- Air bersih
- Tissue
- Skrin
(sampiran) bila pasien di rawat di bangsal umum
- Sarung
tangan
3.6 Prosedur
Kerja
- Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan pada pasien, lalu pasang sampiran bila pasien
di rawat di bangsal umum
- Cuci tangan
- Gunakan
sarung tangan
- Pasang
pengalas di bawah glutea
- Tempatkan
pispot di atas pengalas tepat di bawah glutea dengan posisi bagian lubang
pispot tepat di bawah anus. Pada saat meletakkan pispot, anjurkan pasien
untuk mengangkat daerah glutea (bila pasien mampu) untuk memudahkan
meletakkan pispot
- Setelah
posisi pispot tepat di bawah glutea, tanyakan pada pasien tentang
kenyamanan posisi tersebut.b Jaga privasi pasien selama prosedur
- Anjurkan
pasien untuk defekasi pada tempatnya / pispot yang telah terpasang
- Setelah
selesai, siram daerah anus dan sekitarnya dengan air sampai bersih dengan
bantuan tangan yang bersarung tangan, kemudian keringkan dengan tissue
- Cuci tangan
setelah prosedur dilakukan
- Catat
tanggal defekasi, karakteristik feces seperti: jumlah, konsistensi, warna,
bau dan respons pasien selama prosedur
BAB
IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Evaluasi Untuk
mengevaluasi hasil akhir dan respon klien terhadap asuhan keperawatan,
perawatmengukur keefektifan semua intervensi. Tujuan optimal dari intervensi
keperawatan yangdilakukan ialah kemampuan klien untuk berkemih secara
volumter tanpa mengalami gejala-gejala (
misalnya urgensi, disuria, atau sering berkemih). Urin yang keluar harus
berwarna kekuningan, jernih, tidak mengandung unsure-unsur yang abnormal, dan
memiliki ph serta berat jenis dalam rentang nilai yang normal.
DAFTAR
PUSTAKA
A. Aziz Alimul Hidayat, S.Kp, “Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia”
Penulis: A. Aziz Alimul Hidayat, S.Kp, Musrifatul Uliyah, S.Kp; Editor: Monica
Ester.- Jakarta : EGC : 2004Perry, Potter 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1, Jakarta : EGC
http://www.proses_pencernaan_makanan.htmhttp://www>siklus_alami_tubuh_dalam_proses+pencernaan_makanaan.html
http://firwanintianur93.blogspot.com/2013/04/makalah-kebutuhan-eliminasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar