LAPORAN
PENDAHULUAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)
1.
ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA.
Indera
pendengaran merupakan bagian dari organ sensori khusus yang mampu mendeteksi
sebagai stimulus bunyi. Indera pendengaran sangat penting dalam percakapan dan
komunikasi sehari-hari. Organ yang berperan dalam indera pendengaran adalah
telinga.
STRUKTUR TELINGA:
1.
Telinga Luar
Telinga
luar terdiri dari daun telinga (pinna /
aurikula) dan saluran telinga luar (meatus
auditorius eksternus). Daun telinga terletak di dua sisi kepala setinggi
mata. Tersusun oleh tulang rawan atau kartilago dan otot kecil yang di lapisi
oleh kulit sehingga menjadi tinggi keras dan lentur. Daun telinga di persarafi
oleh saraf fasialis. Fungsi dari daun telinga adalah mengumpulkan gelombang
suara untuk di teruskan kesaluran telinga luar yang selanjutnya ke gendang
telinga.
Saluran
telinga luar merupakan lintasan yang sempit, panjangnya sekitar 2,5 cm dari
dauun telinga ke membran timpani. Saluran ini tidak beraturan dan di lapisi
oleh kulit yang mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa yang
menghasilkan serumen. Serumen ini berfungsi untuk melindungi kulit dari
bakteri, menangkap benda asing yang masuk ke telinga. Serumen juga dapat
mengganggu pendengaran jika terlalu banyak. Batas telinga luar dengan telinga
tengah adalah membran timpani atau gendang telinga.
Membran
timpani berbentuk kerucut dengan diameter sekitar 1 cm. Tersusun atas tiga
lapisan, yaitu bagian luar adalah lapisan epitel, bagian tengah lapisan fibrosa
dan lapisan dalam adalah mukosa. Fungsi dari membran timpani adalah melindungi
organ telinga tengah dan menghantarkan fibrilasi suara dari telinga luar ke
tulang pendengaran (osikel). Kekuatan
getaran suara mempengaruhi tegangan, ukuran, dan ketebalan membran timpani.
2.
Telinga Tengah
Telingga
tengah merupakan rongga yang berisi
udara dalam bagian petrosus tulang temporal. Rongga tersebut di lalui oleh tiga
tulang kecil yaitu meleus, inkus, dan
stapes yang membentang dari membran timpani keforamen ovale. Sesuai dengan
namanya tulang meleus bentuknya seperti palu dan menempel pada membran timpani.
Tulang inkus mehubungkan meleus dengan stapes dan tulang stapes melekat pada
jendela oval di pintu masuk telinga dalam. Tulang stapes di sokong oleh otot stapedius yang berperan
menstabilkan hubungan antara stapes dengan jendela oval dan mengatur hantaran
suara. Jika telinga menerima suara yang keras, maka otot stapedius akan
berkontraksi sehingga rangkaian tulang akan kaku , sehingga hanya sedikit suara
yang di hantarkan. Fungsi dari tulang-tulang pendengaran adalah mengarahkan
getaran dari membran timpani ke fenesta
vestibuli yang merupakan pemisah antara telinga tengah dengan telinga
dalam.
Rongga
telinga tengah berhubungan dengan tuba
eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan faring. Fungsi tuba
eustachius adalah untuk keseimbangan tekana antara sisi timpani dengan cara
membuka atau menutup. Pada keadaan biasa tuba menutup, tetapi dapat membuka
pada saat menguap, menelan atau mengunyah.
3.
Telinga Dalam atau
Labirin.
Telinga
dalam atau labirin mengandung organ-organ yang sensitif untuk pendengaran,
keseimbangan dan saraf kranial ke delapan. Telinga dalam berisi cairan dan
berada pada petrosa tulang temporal. Telinga dalam tersusun atas dua bagian
yaitu labirin tulangg dan labiriin membranosa.
a.
Labirin Tulang
Labirin
tulang merupakan ruang berisikan cairan menyerupai cairan serebrospinalis yang
di sebut cairn perilimf. Labirin
tulang tersusun atas vestibula, kanalis
semisirkularis dan koklea. Vestibula menghubungkan koklea dengan kanalis
semisirkularis. Saluran semisirkularis merupakan tiga saluran yang berisi
cairan yang berfungsi menjaga keseimbangan pada saat kepala di gerakkan. Cairan
tersebut bergerak di salah satu saluran sesuai arah gerakan kepala. Saluran ini
mengandung sel-sel rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan untuk
disampaikan pesan ke otak sehingga terjadi proses keseimbangan. Koklea
berbentuk seperti rumah siput, didalamnya terdapat duktus koklearis yang berisi
cairan endolimf dan banyak reseptor
pendengaran. Koklea bagian labirin di bagi atas tiga ruangan (skala) yaitu
bagian atas disebut skala vestibuli,
bagian tengah disebut skala media,
dan pada bagian dasar disebut skala
timpani. Antara skala vestibuli dengan skala media dipisahkan oleh membran reisier dan antara skala media
dengan skala timpani dipisahkan oleh membran
basiler.
b.
Labirin Membranosa.
Labirin
membranosa terendam dalam cairan perilimf dan mengandung cairan endolimf. Kedua
cairan tersebut terdapat keseimbangan yang tepat dalam telinga dalam sehingga
pengaturan keseimbangan tetap terjaga. Labirin membranosa tersusun atas
utrikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organ
korti. Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkularis, sedangkan sakulus
terhubung dengan duktus koklearis dalam koklea. Organ korti terletak pada
membrane basiler, tersusun atas sel-sel rambut yang merupakan reseptor
pendengaran. Ada dua tipe sel rambut yaitu sel rambut baris tunggal interna dan
tiga baris sel rambut eksterna. Pada bagian samping dan dasar sel rambut
bersinap dengan jaringan ujung saraf koklearis.
Mekanisme
Pendengaran :
Gelombang
suara dari luar dikumpulkan oleh daun telinga (pinna), masuk ke saluran
eksterna pendengaran (meatus dan kanalis auditorius eksterna) yang selanjutnya masuk
ke membrane timpani. Adanya gelombang suara yang masuk ke membrane timpani
menyebabkan membrane timpani bergetar dan bergerak maju mundur. Gerakan ini
juga mengakibatkan tulang-tulang pendengaran seperti meleus, inkus, dan stapes
ikut bergerak dan selanjutnya stapes menggerakkan foramen ovale serta
menggerakkan cairan perilimf pada skala vestibule. Getaran selanjutnya melalui
membrane reisner yang mendorong endolimf dan membrane basiler ke arah bawah dan
selanjutnya menggerak perilimf pada skala timpani. Pergerakan cairan dalam
skala timpani menimbulkan potensial aksi pada sel rambut yang selanjuttnya
diubah menjadi inpuls listrik. Inpuls listrik selanjutnya dihantarkan ke
nukleus koklearis, thalamus kemudian korteks pendengaran untuk diasosiasikan. (Tarwoto,
2009 : 234-253).
2.
PENGERTIAN
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronis
di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga
tengah secara terus menerus atau
hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening, atau berupa nanah. Biasanya disertai gangguan pendengaran.
(Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Jadi, menurut saya Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut dengan istilah sehari-hari
congek. Dalam perjalanannya penyakit ini dapat berasal dari OMA stadium
perforasi yang berlanjut, sekret tetap keluar dari telinga tengah dalam bentuk
encer, bening ataupun mukopurulen. Proses hilang timbul atau terus menerus
lebih dari 2 minggu berturut-turut. Tetap terjadi perforasi pada membran
timpani. Perforasi yaitu membran timpani tidak intake / terdapat lubang pada
membran timpani itu sendiri.
3.
ETIOLOGI.
Sebagian
besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan kelanjutan
dari Otitis Media Akut (OMA) yang
prosesnya sudah berjalan lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebab adalah
terapi yang terlambat, terapi tidak adekuat, virulensi
kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah. Bila kurang dari 2 bulan disebut
subakut. Sebagian kecil disebabkan oleh perforasi
membran timpani terjadi akibat
trauma telinga tengah.
Kuman penyebab biasanya kuman gram positif aerob, pada infeksi yang sudah
berlangsung lama sering juga terdapat kuman gram negatif dan kuman anaerob. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Kuman penyebab OMSK
antara lain kuman Staphylococcus aureus (26%), Pseudomonas aeruginosa (19,3%),
Streptococcus epidermidimis (10,3%), gram positif lain (18,1%) dan kuman gram
negatif lain (7,8%). Biasanya pasien mendapat infeksi telinga ini setelah
menderita saluran napas atas misalnya influenza atau sakit tenggorokan. Melalui
saluran yang menghubungkan antara hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi
di saluran napas atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai
mengenai telinga.
4.
PATOFISIOLOGI.
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu
benigna atau tipe mukosa, dan maligna atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang
keluar dari kavum timpani secara aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Pada OMSK
benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi
terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi berbahaya dan tidak terdapat
kolesteatom. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
OMSK tipe
maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal, subtotal,
atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Kolesteotoma
yaitu suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi
terbentuk terus, lalu menumpuk. Sehingga kolesteotoma bertambah besar.
PATHWAY OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)
5.
TANDA DAN GEJALA
Pasien
mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau gangguan
pendengaran. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Nyeri
telinga atau tidak nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan
ditelinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau
intermiten dan dapat terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga. (www.health
central.com, 2004).
1.
Telinga berair
(otorrhoe)
Sekret
bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan
yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi
iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekretbiasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas
atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK
stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang sangat bau,
berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan
produk
degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap.
Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau
hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah
berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan
tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair
tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2.
Gangguan pendengaran
Ini
tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanyadijumpai
tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin
ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun
kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila
tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa
rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang
pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta
keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK
tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai
tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi
perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui
jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya
labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli
saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.
3.
Otalgia ( nyeri
telinga)
Nyeri
tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang
serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri
dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,
terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis
eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti
Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
4.
Vertigo
Vertigo
pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhanvertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding
labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan
udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat
terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan
labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam
labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi
kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam
sehingga
timbul
labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula
perlu
dilakukan
pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan
positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan
melalui rongga telinga tengah.
TANDA KLINIS
Tanda-tanda
klinis OMSK tipe maligna :
a.
Adanya Abses atau
fistel retroaurikular
b.
Jaringan granulasi atau
polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c.
Pus yang selalu aktif
atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
d.
Foto rontgen mastoid
adanya gambaran kolesteatom.
6.
PENATALAKSANAAN.
Menurut
Arief Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 - 83 :
Terapinya sering lama dan harus berulang-ulang
karena :
1.
Adanya perforasi membran
timpani yang permanen
2.
Terdapat sumber infeksi
di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal,
3.
Telah terbentuk
jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid
4.
Gizi dan kebersihan
yang kurang.
Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah
konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus,
maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari.
Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes
telinga yang mengandung antibiotika dan kartikosteroid. Banyak ahli berpendapat
bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika
yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu penulis menganjurkan agar obat tetes
telinga jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau
pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan
ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum
tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah
resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.
Bila
sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2
bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini
bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Bila
terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu,
mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan
tonsilektomi.
Prinsip
terapi OMSK tipe maligna ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila
terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan
mastoidektomi dengan atau tanpa timpanopplasti. Terapi konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.
Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Infeksi
telinga tengah dan mastoid.
Rongga telinga tengah dan rongga mastoid
berhubungan langsung melalui aditus adantrum. Oleh karena itu infeksi kronis
telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya disertai infeksi kronis di
rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis. Beberapa
ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.
Jenis pembedahan pada OMSK.
Ada beberapa jenis pembedahan atau
tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik
tipe benigna atau maligna, antara lain adalah
sebagai berikut :
1.
mastoidektomi sederhana
(simple mastoidectomy),
2.
mastoidektomi radikal,
3.
mastoidektomi radikal
dengan modifikasi,
4.
miringoplasti,
5.
timpanoplasti,
6.
pendekatan ganda
timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty).
Jenis operasi mastoid yang
dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau koleasteatom, sarana yang
tersedia serta pengalaman operator.
Sesuai dengan luasnya infeksi atau
luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi dari
jenis operasi itu atau modifikasinya.
1.
Mastoidektomi sederhana.
Operasi ini dilakukan pada OMSK
tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan
operasi ini dilakukan permbersihan ruang mastoid dari jaringan patologik.
Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada
operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2.
Mastoidektomi Radikal.
Operasi ini dilakukan pada OMSK
maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.
Pada operasi ini rongga mastoid dan
kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara
liang telinga luar dan telinga tengah tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan,
sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi suatu ruangan.
Tujuan
operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah
komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian
operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien
harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi
kembali. Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan
atau karier pasien.
Modifikasi
operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta
membuat meatal plasty yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen,
tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus luar liang telinga menjadi lebar.
3.
Mastoidektomi radikal
dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan
kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga
mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan.
Tujuan
operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid, dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.
4.
Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis
timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe
I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani.
Tujuan operasi ialah untuk mencegah
berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang
menetap.
Operasi ini dilakukan pada OMSK
tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan
oleh perforasi membran timpani.
5.
Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK
tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe benigna yang
tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.
Tujuan operasi ialah untuk
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Menurut Fung 2004, terapi
difokuskan kepada penghilangan gejala dan infeksi. Antibiotik mungkin
dikesepkan untuk infeksi bakteri, terapi antibiotik biasanya untuk jangka
panjang, yaitu melalui pemberian per oral atau tetes telinga jika ada perforasi
membran tympani. Pembedahan untuk mengangkat adenoid mungkin cocok untuk
membuka tuba eustachius. Pembedahan dengan membuka membrana tymponi
(miringotomi) dengan maksud untuk mengalirkan atau mengeluarkan cairan dari
daerah ditelinga dalam.
Decangestan atau antibismin dapat
digunakan untuk membantu mengeluarkan cairan dari tuba eustachius.
Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi
tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang
dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
Sebelum rekonstruksi dikerjakan
lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa
mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang pula operasi
ini terpaksa dilalakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.
6.
Timpanoplasti dengan
pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik
operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe
benigna dengan jaringan granulasi yang luas.
Tujuan operasi untuk menyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi
radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior ling telinga).
Membersihkan kolesteatom dan
jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui dua jalan (combined
approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan
timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe maligna belum
disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma
kembali.
7.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat
dilakukan pemeriksaan klinik sebagaiberikut :
1.
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri
penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai
adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran
suara ditelinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada
penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi
produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga
menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada
fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek
kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang
berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau
test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata
kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO
1964 yang ekivalen
dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut
ISO 1964 dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang
pendengaran
ü
Normal :
-10 dB sampai 26 dB
ü
Tuli ringan :
27 dB sampai 40 dB
ü
Tuli sedang :
41 dB sampai 55 dB
ü
Tuli sedang berat :
56 dB sampai 70 dB
ü
Tuli berat :
71 dB sampai 90 dB
ü
Tuli total :
lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk
menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri
nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya
kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk
melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu :
a.
Perforasi biasa umumnya
menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
b.
Kerusakan rangkaian
tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif30-50 dB apabila disertai
perforasi.
c.
Diskontinuitas
rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan
tuli konduktif 55-65 dB.
d.
Kelemahan diskriminasi
tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang,
menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK
harus dimulai oleh penilaian pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test
Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli
konduktif bilateral dan tuli campur.
2.
Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah
mastoid pada penyakit telinga kronis nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan
dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya
mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi
leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi
tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi
radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
a.
Proyeksi Schuller, yang
memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini
berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.
Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu
ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
b.
Proyeksi Mayer atau
Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akantampak gambaran
tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan
tulang telah mengenai struktur-struktur.
c.
Proyeksi Stenver,
memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan yang lebih jelas
memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga
dapat menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom.
d.
Proyeksi Chause III,
memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan
kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang
oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa
kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk
melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada
keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid.
8.
PROGNOSIS
Biasanya OMC berespon terhadap
terapi dapat terjadi dalam beberapa bulan. Biasanya kerusakan bukan merupakan
suatu ancaman bagi kehidupan penderita tetapi dapat menyebabkan ketidak
nyamanan dan dapat berakhir dengan komplikasi yang serius (Fung, 2004).
9.
KOMPLIKASI
·
Kerusakan yang permanen
dari telinga dengan berkurangnya pandangan atau ketulian.
·
Mastuiditis
·
Cholesteatoma
·
Abses apidural
(peradangan disekitar otak)
·
Paralisis wajah
·
Labirin titis.
(Fung, 2004)
Menurut Arief
Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 :
Paralisis nervus
fasialis, fistula labirin, labirinitis, labirinitis supuratif, petrositis,
tromboflebitis sinus lateral, abses ekstra dural, abses subdural, meningitis,
abses otak, dan hidrosefalus otitis.
10.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Resiko terjadi injuri /
trauma berhubungan dengan ketidakseimbangan labirin : vertigo
Tujuan : Pasien tidak mengalami injuri / trauma
dengan :
-
Mengurangi / menghilangkan vertigo / pusing
-
Mengembalikan keseimbangan tubuh
-
Mengurangi terjadinya trauma
Intervensi :
a.
Kaji ketidakseimbangan
tubuh pasien
b.
Observasi tanda vital
c.
Beri lingkungan yang
aman dan nyaman
d.
Anjurkan teknik
relaksasi untuk mengurangi pusing
e.
Penuhi kebutuhan pasien
f.
Libatkan keluarga untuk
menemani saat pasien bepergian
g.
Kolaborasi pemberian
analgetik
h.
Evaluasi :
-
Pusing berkurang
-
Pasien tidak mengalami
injuri
b.
Kurang pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan OMA yang tepat.
Tujuan : Pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan
OMA meningkat
Intervensi :
a.
Kaji tingkat
pengetahuan pasien
b.
Berikan informasi
berkenaan dengan kebutuhan pasien
c.
Susun bersama hasil
yang diharapkan dalam bentuk kecil dan realistik untuk memberikan gambaran pada
pasien tentang keberhasilan
d.
Beri upaya penguatan
pada pasien
e.
Gunakan bahasa yang
mudah dipahami
f.
Beri kesempatan pada
pasien untuk bertanya
g.
Dapatkan umpan balik
selama diskusi dengan pasien
h.
Pertahankan kontak mata
selama diskusi dengan pasien
i.
Berikan informasi
langkah demi langkah dan lakukan demonstrasi ulang bila mengajarkan prosedur
j.
Beri pujian atau
reinforcement positif pada klien
k.
Evaluasi :
- Pasien menyatakan
pemahaman tentang pemberian informasi
- Pasien mampu
mendemonstrasikan prosedur dengan tepat.
c.
Cemas berhubungan
dengan prosedur tindakan pembedahan
Tujuan : Kecemasan pasien berkurang / hilang
Intervensi :
a.
Kaji tingkat kecemasan
pasien dan keluarga tentang prosedur tindakan pembedahan
b.
Jelaskan pada pasien
tentang apa yang harus dilakukan sebelum dan sesudah tindakan pembedahan
c.
Berikan reinforcement
positif atas kemampuan pasien
d.
Libatkan keluarga untuk
memberikan semangat pada pasien
e.
Evaluasi :
-
Pasien tidak cemas
-
Keluarga mau menemani pasien
Post Operasi :
1.
Nyeri berhubungan
dengan tindakan pembedahan mastoidektomi
Tujuan : Nyeri pasien berkurang
Intervensi :
a.
Kaji tingkat nyeri
pasien
b.
Kaji faktor yang
memperberat dan memperingan nyeri
c.
Ajarkan teknik
relaksasi untuk menghilangkan nyeri
d.
Anjarkan pada pasien
untuk banyak istirahat baring
e.
Beri posisi yang nyaman
f.
Kolaborasi pemberian
analgetik
g.
Evaluasi : Nyeri hilang
2.
Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan post
operasi mastoidektomi
Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi
Intervensi :
a.
Kaji kemungkinan
terjadi infeksi / tanda-tanda infeksi
b.
Observasi pasien
c.
Lakukan perawatan ganti
balutan dengan teknik steril setelah 24 jam dari operasi
d.
Kaji keadaan daerah
poerasi
e.
Ganti tampon setiap
hari
f.
Pasang pembalut tekan
bila dilakukan insisi mastoid
g.
Bersihkan daerah
operasi setelah 2 – 3 minggu
h.
Anjurkan pasien untuk
kontrol
i.
Kolaborasi pemberian antibiotic
j.
Evaluasi :
- Infeksi tidak terjadi
- Luka
operasi dalam kondisi baik
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998, Otitis Media Chronic, http://www.healthcentral.com
Fung, K., 2004, Otitis Media Chronic, http://www.medline.com
Mansjoer, Arif. dkk. (2001). Kapita Selwkta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran UI.
Tarwoto, Aryani. Ratna, Wartonah. (2009). ANATOMI DAN FISIOLOGI
untuk MAHASISWA KEPERAWATAN. Jakarta : Trans Info Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar